Presiden Lee Jae Myung menyampaikan pendapatnya terkait hubungan Korea Selatan dan Jepang. Ia menilai bahwa kedua negara perlu bekerja sama dan menyelesaikan hal-hal yang belum tuntas.
Presiden Lee menyampaikan hal tersebut dalam sesi tanya jawab mengenai kebijakan diplomasi Korea Selatan dengan Jepang yang berlangsung di ruang pertemuan Kantor Kepresidenan Yongsang pada Rabu (04/06). Ia menambahkan bahwa kedua negara bisa berkompromi dengan menyesuaikan kepentingan masing-masing secara wajar dengan cara bekerja sama dalam hal-hal yang saling menguntungkan dan menghindari hal-hal yang merugikan.
Namun sayangnya, masih ada konflik sejarah masa lalu dan masalah wilayah Dokdo. Tapi Korea Selatan dan Jepang memiliki banyak kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, keamanan, teknologi, budaya dan pendidikan.
Terkait masalah kerja paksa, Presiden Lee menyebut bahwa isu itu mencakup wanita yang dijadikan budak syahwat.
Dalam hubungan antarnegara, diperlukan konsistensi, terutama konsistensi dalam kebijakan. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan negara maupun keyakinan pribadi tidak mudah dipaksakan dan diwujudkan secara sepihak karena harus mempertimbangkan realitas yang ada.
Mengutip ungkapan mantan Presiden, Kim Dae-jung, "kesadaran permasalahan dari seorang sarjana dan realisme dari seorang pedagang", ditafsirkan Lee sebagai pendekatan praktis juga diperlukan dalam hubungan Korea Selatan dan Jepang.
Mengacu pada pernyataan bersama Kim Dae-jung dan Obuchi yaitu kesepakatan yang sangat ideal, Lee menegaskan kembali hubungan Korea Selatan dan Jepang yang praktis.