Sejumlah negara di Asia Tenggara yang tengah meningkatkan belanja pertahanan seiring dengan meningkatnya ketegangan akibat sengketa di Laut China, dilaporkan mulai menyoroti senjata buatan Korea Selatan sebagai alternatif pengganti produk China.
The South China Morning Post (SCMP) yang berbasis di Hong Kong menganalisis fenomena tersebut dalam edisi hari Sabtu (15/02) dengan artikel berjudul "Mengapa Kerugian China Menjadi Keuntungan bagi Korea Selatan saat Asia Tenggara Mencari Pemasok Senjata Baru".
SCMP mencatat bahwa meskipun China merupakan salah satu pemasok senjata utama di Asia Tenggara, namun ketegangan geopolitik mendorong negara-negara di kawasan tersebut untuk mencari pemasok lain.
Laporan tersebut melanjutkan bahwa senjata produk Korea Selatan semakin cepat mendapatkan pangsa pasar dengan memperluas basisnya, karena senjata Korea Selatan memiliki rasio harga terhadap perfoma (cost-performance ratio) yang sangat baik dan risiko politik yang relatif rendah dibandingkan produk China.
Tren tersebut tampaknya semakin terlihat jelas di tengah eskalasi ketegangan militer yang terus meningkat di Laut China Selatan.
Filipina, yang kerap bersitegang dengan China, disebut sebagai pasar ekspor senjata Korea Selatan yang tumbuh paling cepat di Asia Tenggara. Namun surat kabar tersebut mengindikasikan bahwa negara-negara lain, seperti Thailand yang tidak memiliki sengketa wilayah dengan China serta Vietnam yang selama ini mengandalkan persenjataan era Uni Soviet pun, kini mulai muncul sebagai pelanggan baru bagi industri pertahanan Korea Selatan.
Sebagaimana Filipina yang telah mengoperasikan jet tempur buatan Korea Selatan FA-50 sejak tahun 2014, sedang dalam negosiasi untuk memasok tambahan 12 unit FA-50 dan diperkirakan pula akan menempatkan lebih dari 12 kapal perang buatan Korea Selatan hingga tahun 2028.
Selanjutnya dilaporkan bahwa Vietnam juga telah memasuki tahap akhir negosiasi untuk pasokan sekitar 20 unit artileri swa-gerak K9 buatan Korea Selatan.