Pasukan Korea Utara dilaporkan ikut serta dalam invasi Rusia ke Ukraina sebagai bagian dari tentara Rusia.
Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong-hyun dalam pertemuan dengan Komite Pertahanan Majelis Nasional pada hari Kamis (28/11) mengatakan, terdapat informasi intelijen yang menyebut bahwa setiap kompi tentara Rusia terdapat setidaknya satu peleton pasukan Korea Utara di dalamnya yang digabungkan untuk berpartisipasi dalam perang.
Mengenai formasi campuran pasukan Korea Utara dan Rusia itu, Menteri Kim mengatakan, bahwa strategi perang diperintahkan di bawah kepemimpinan militer Rusia dan peleton Korea Utara akan dikirim ke daerah yang paling berbahaya dan sulit.
Menteri Kim kemudian menegaskan posisinya bahwa Korea Selatan harus mengirim pengamat militer ke medan perang Ukraina untuk menganalisis hal tersebut. Namun, hal itu sedang dibahas di tingkat pemerintah, dan bukan kewenangan dari Kementerian Pertahanan.
Mengenai rencana dukungan senjata untuk Ukraina, Menteri Kim mempertahankan sikap yang serius dengan mengatakan bahwa hal itu akan dilakukan dalam solidaritas dengan komunitas internasional.
Sementara itu, pejabat tinggi otoritas diplomasi Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa Korea Utara telah menyediakan rudal balistik tambahan untuk Rusia.
Menurut Dewan Keamanan PBB, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood menyebutkan dalam pertemuan Dewan Keamanan pada hari Rabu (27/11) waktu setempat, bahwa Korea Utara sedang bersiap untuk mentransfer lebih banyak rudal balistik ke Rusia.
Sebelumnya, Badan Intelijen Pertahanan Ukraina mengumumkan pada hari Senin (25/11) bahwa Korea Utara telah mengirimkan sekitar 100 rudal balistik jarak pendek (SRBM) KN-23 dan KN-24 ke Rusia, dan telah mengirimkan ahli militer untuk menjaga landasan peluncuran.
Menurut Wakil Dubes Wood, Rusia memberikan jaringan pertahanan udara ke Korea Utara dengan imbalan senjata, sementara Pyongyang menerima bahan bakar, teknologi, dan peralatan dari Moskow.
Dia juga menegaskan bahwa Korea Utara telah memasok lebih dari 18.000 kontainer amunisi secara ilegal dan lebih dari 100 rudal balistik atas permintaan Rusia tahun lalu, dan senjata itu digunakan untuk menyerang daerah padat penduduk seperti Kiev dan Zaporizhia.