Dewan Keamanan PBB gagal menghasilkan kesepakatan yang konkrit pada hari Senin (27/11) dalam sebuah diskusi tentang peluncuran satelit mata-mata Korea Utara.
Dalam pertemuan di markas besar PBB di New York, AS, Asisten Sekjen PBB untuk Timur Tengah, Asia, dan Pasifik, Khaled Khiari, mengutuk peluncuran tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan karena merupakan "risiko serius" terhadap penerbangan sipil dan lalu lintas laut internasional.
Pejabat PBB itu juga mengatakan bahwa, meskipun Korea Utara telah mengeluarkan pemberitahuan pra-peluncuran kepada Pasukan Penjaga Pantai Jepang, mereka tidak mengeluarkan pemberitahuan wilayah udara atau keselamatan maritim kepada Organisasi Maritim Internasional, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, atau Uni Telekomunikasi Internasional.
Menanggapi hal itu, Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim Song menolak klaim bahwa peluncuran tersebut merupakan pelanggaran terhadap resolusi DK PBB, dan menyatakan bahwa peluncuran tersebut merupakan tindakan sah rezimnya dalam menjalankan kedaulatan.
Kim mengatakan bahwa dengan Amerika Serikat yang mengancam Korea Utara dengan senjata nuklir, adalah hak yang sah bagi rezimnya untuk mengembangkan, menguji, membuat, serta memiliki sistem senjata yang setara dengan yang dimiliki atau sedang dikembangkan oleh AS.
Kim mengeluh bahwa hanya Korea Utara saja yang menghadapi pembatasan pada satelit, dengan mencatat bahwa saat ini terdapat lebih dari lima ribu satelit yang telah mengorbit bumi.
Selanjutnya, Duta Besar Seoul Hwang Joon-kook mengatakan bahwa Pyongyang telah bergerak melampaui pelanggaran resolusi DK PBB menjadi pelanggaran yang "saat ini telah mengejek" keputusan dewan, dan menambahkan bahwa tindakan provokatif rezim itu tidak lagi hanya menjadi masalah regional.
Pertemuan itu gagal menghasilkan keputusan yang nyata, seperti pernyataan presiden atau resolusi, karena ditentang oleh anggota tetap, Cina dan Rusia.