Kkumiroda
Lagu heungtaryeong merupakan salah satu lagu rakyat yang paling ikonik di wilayah Provinsi Jeolla. Lagu sedih ini liriknya menggambarkan kehampaan hidup dan kerinduan kepada orang yang dicintai. Terjemahan dari potongan liriknya kurang lebih seperti ini.
Mimpi, mimipi, semuanya adalah mimpi
Kau dan aku pun dalam mimpi, segalanya adalah mimpi
Habis bangun mimpi lagi, mimpi bangun pun mimpi
Lahir, hidup, dan mati dalam mimpi percuma
Mimpi yang segera bangun, buat apa?
Rasanya sangat hampa kalau segala sesuatu dalam hidup semuanya cuma mimpi. Tetapi saat kita benar-benar lelah atau sakit, mimpi bisa menghibur, bisa juga menguatkan hati karena sukses dan gagal dalam mimpi itu tak ada bedanya. Lagu heungtaryeong berjudul Kkumiroda (꿈이로다) adalah sebuah lagu aransemen populer yang disebut dengan moombahton, genre musik elektronik yang berasal dari house music dan reggaetone.
Bomiya
Lagu Kkumiroda dimuat dalam serial live music yang diproduksi oleh National Gugak Center untuk membuat gugak atau musik tradisional Korea menjadi lebih mudah dijangkau oleh masyarakat modern seperti halnya lagu-lagu pop pada umumnya. Kumpulan karya musik tradisional yang dirilis pada tahun 1994 ini terdiri dari 10 CD dan merupakan upaya pertama mereka mendekatkan gugak itu sendiri dengan kehidupan masyarakat Korea. Pada saat itu, kekhawatiran akan hilangnya warisan musik tradisonal membuat banyak pihak yakin akan pentingnya melestarikan musik tradisional dalam versi aslinya. Akan tetapi selama tiga dekade berikutnya, masyarakat dan para musisi tradisional Korea akhirnya menyadari bahwa musik tradisional pun perlu disesuaikan dengan selera orang-orang sesuai zamannya, tetapi tradisi dan budayanya tetap harus hidup dan lestari seutuhnya. Karena itulah, seri musik ini hadir agar masyarakat bisa menikmati dan mengaksesnya dengan mudah. Lagu dengan judul Bomiya (봄이야) atau Musim Semi adalah lagu yang terinspirasi dari lagu rakyat Gyeonggi, Yusanga.
Chum
Lagu dengan judul Chum (춤) atau Dance yang ditulis oleh DJ Frank berasal dari kumpulan sampel-sampel rekaman suara dari berbagai alat musik Korea. Dia berhasil menarik perhatian masyarakat Korea saat merilis karyanya yang terinspirasi dari film Korea 2018 “Manshin: Ten Thousand Spirits” dengan judul yang sama. Kata manshin sendiri mengacu pada wanita cenayang yang hidupnya melayani sepuluh ribu dewa. Film ini menceritakan kehidupan seorang manshin, Kim Geum-hwa, yang telah menjadi dukun sejak saat masih berusia 17 tahun dan meneruskan tradisi ritual gut di Provinsi Hwanghae-do. Dia juga seorang seniman tari sekaligus pemusik ternama yang ditunjuk sebagai praktisi aset budaya tak benda wilayah pantai barat Korea. Karena pengalamannya inilah dalam lagu Chum ini juga menampilkan suara lonceng yang dipakai dalam ritual, serta alat musik tradisional Korea lain seperti janggu, daegeum, dan haegeum. DJ Frank mengklaim telah mencoba menggambarkan koreografi badut tradisional dalam karyanya ini, tetapi musiknya juga cocok dengan gerakan tari badut masa kini.