Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan menyatakan bahwa pihaknya telah mulai memberlakukan Undang-Undang Layanan Medis yang direvisi pada hari Senin (25/09).

Dalam aturan itu, seluruh rumah sakit (RS) di Korea Selatan diwajibkan untuk memasang kamera pengawas atau CCTV di ruang operasi dan mencatat prosedur operasi. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi pasien dari potensi malpraktik medis dan masalah lainnya selama menggunakan layanan medis.

Rumah sakit harus memasang kamera di semua ruang operasi yang menangani operasi saat pasien dibius total atau tidak sadarkan diri, dan mencatat seluruh prosedur operasi ketika pasien atau walinya meminta hal tersebut. Dalam aturan itu juga menetapkan bahwa institusi medis wajib untuk menyimpan rekaman video tersebut setidaknya selama 30 hari. 

Menonton atau menyediakan rekaman video akan diperbolehkan atas permintaan institusi terkait untuk penyelidikan atau uji coba, dan memerlukan izin dari pasien dan seluruh personel medis.  

Berdasarkan revisi tersebut, lembaga medis yang melanggar mandat akan dikenakan denda hingga 5 juta won. Meski demikian, aturan tersebut tidak berlaku dalam kondisi darurat dimana pasien berisiko jika operasi ditunda.

Mereka yang dituduh membocorkan, merusak atau memalsukan rekaman, dapat dijerat hukuman 5 tahun penjara atau denda hingga 50 juta won.

Namun di sisi lain, Asosiasi Dokter Korea Selatan menyuarakan penolakan keras terhadap pemberlakuan aturan tersebut, dan telah mengajukan banding konstitusional pada tanggal 5 September lalu. Mereka mengklaim bahwa aturan yang direvisi itu melanggar hak pribadi dokter dan dikhawatirkan dapat menghambat penyediaan layanan medis yang maksimal karena tekanan dari pengawasan itu.