Rancangan Undang Undang (RUU) untuk pembentukan pengadilan khusus yang mengadili kasus pemberontakan dan pengkhianatan diloloskan di sidang paripurna Majelis Nasional Korea hari Selasa (23/12).
RUU tersebut disahkan dengan 175 suara mendukung, 2 suara menentang, dan 2 abstain, namun Partai Kekuatan Rakyat (PPP) tidak mengikuti pemungutan suara.
Supaya RUU tidak diserahkan ke sidang paripurna, PPP melakukan filibuster atau kegiatan yang dilakukan untuk menunda persidangan di parlemen. Ketua PPP Jang Dong-hyeok sampai memecahkan rekor filibuster terlama dalam sejarah parlemen Korea Selatan, dengan berbicara selama lebih dari 20 jam.
Menurut Jang, penyerahan RUU yang dikuasai oleh Partai Demokrat Korea (DP) merupakan agenda politik, dan Menteri Kehakiman harus mengusulkan hak veto oleh Presiden.
Namun, DP mengklaim bahwa RUU tersebut sangat dibutuhkan untuk menegakkan ketertiban konstitusi dan juga mencerminkan permintaan masyarakat.
Disisi lain, DP dan PPP memulai penyelidikan terkait tuduhan Gereja Unifikasi.
Menurut Ketua Fraksi DP Kim Byung-kee, penyelidikan terkait kolusi antara agama dan politik harus cepat dilaksanakan, serta siapa saja bisa menjadi subyek penerimaan penyelidikan terlepas dari kancah politik atau status.
Ketua Fraksi PPP Song Eon-seog juga menuntut bahwa penyelidikan yang menargetkan partai oposisi oleh tim jaksa khusus Min Joong-ki dan upaya penyembunyian kolusi antara politikus partai berkuasa dan Gereja Unifikasi harus diinvestigasi.
Namun, pihak-pihak tersebut diperkirakan akan berkonflik mengenai hak rekomendasi jaksa khusus dan lingkup penyelidikan terkait kasus tersebut.