Kondisi ekonomi yang dialami oleh perusahaan dirasakan paling serius setelah pandemi COVID-19 akibat ketidakstabilan politik dalam negeri, yang merupakan buntut dari deklarasi darurat militer. Selain itu melemahnya nilai tukar mata uang won terhadap dolar AS, perubahan lingkungan perdagangan, dan lainnya juga menjadi faktor yang berdampak.
Menurut hasil survei tentang kondisi ekonomi yang dialami perusahaan pada hari Jumat (27/12) menyebut bahwa, indeks sentimen perusahaan seluruh industri (CBSI) pada bulan Desember mencapai 87. Angka tersebut lebih rendah 4,5 poin jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Angka CBSI 87 itu tergolong paling rendah setelah bulan September tahun 2020 lalu ketika tahun pertama pandemi COVID-19, serta selisih penurunan CBSI kali ini dengan -4,5 poin adalah yang terbesar kedua setelah bulan Januari tahun 2023 lalu dengan -5,6 poin.
CBSI dihitung berdasarkan indikator utama dari 5 industri manufaktur dan 4 industri non-manufaktur di antara indeks survei bisnis (BSI).
Angka CBSI di atas rata-rata 100 poin menunjukkan sentimen perusahaan yang positif atau optimisme, sementara angka di bawah 100 poin menunjukkan sentimen perusahaan yang negatif atau pesimisme.
Hasil kali ini disebabkan karena ada perusahaan di bidang kimia, otomotif, dan lainnya yang mengalami kesulitan akibat kenaikan harga bahan baku yang diakibatkan dari fluktuasi nilai tukar mata uang won.
Selain itu, peningkatan proteksionisme pemerintahan baru Amerika Serikat, penurunan permintaan akibat stagnasi kondisi ekonomi Cina, dan beberapa indikator lainnya juga berpengaruh besar.
Prediksi CBSI bulan Januari juga diturunkan sebanyak 7,3 poin untuk seluruh industri, kemudian 3,7 poin untuk industri manufaktur, dan 10 poin untuk industri non-manufaktur.
Indeks sentimen ekonomi bulan Desember juga mengalami penurunan sebesar 9,6 poin sehingga mencapai 83,1 poin dengan selisih terbesar dalam 4 tahun 9 bulan setelah bulan Maret tahun 2020 lalu.