Di tengah polemik politik di Myanmar, kini Majelis Persatuan Myanmar telah mendirikan pemerintahan sementara dengan tujuan melawan kudeta militer Myanmar.
Komite Perwakilan Pyidaungsu Hluttaw (Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw, CRPH) yang mewakili Parlemen Myanmar ini juga telah mengirim utusan khususnya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengumumkan kondisi negerinya ke seluruh dunia.
Saat diwawancarai oleh KBS, utusan khusus Myanmar yang dikirim pada 22 Februari
lalu ini mengungkapkan kekecewaannya akan pernyataan Dewan Keamanan PBB, yang dinilai tidak memuat tindakan nyata.
Ia meminta Dewan Keamanan PBB untuk meloloskan resolusi melarang negara-negara di dunia agar tidak menjual senjata kepada militer Myanmar. Selain itu, ia juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk mencegah militer Myanmar melakukan pembantaian pada warga sipil.
Utusan khusus pemerintahan sementara Myanmar bernama Sasa ini juga secara khusus meminta bantuan pemerintah Korea Selatan untuk membuat "zona selamat" (safe-zone), gunamembantu rakyat Myanmar melarikan diri dari ancaman pembantaian, siksaan, dan penangkapan pihak militer.
Terkait kondisi dalam negeri Myanmar saat ini, Sasa menyampaikan bahwa sedikitnya 60 warga Myanmar telah tewas akibat penindasan militer ini. Adapun sekitar dua ribu orang lainnya ditangkap dan ditahan pihak militer.
Menurutnya, dalam kondisi seperti ini, unjuk rasa rakyat Myanmar harus diteruskan hingga militer mulai kehilangan kekuatannya untuk mengontrol rakyat Myanmar.
Sasa juga menyampaikan bahwa pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi masih dilarang untuk bertemu dengan pengacaranya, selain tidak juga diizinkan untuk berkontak dengan siapa pun.