Para pemimpin agama Korea Selatan mendorong sebuah organisasi sipil bagi para korban perbudakan syahwat di masa perang Jepang untuk mengambil tindakan korektif jika mereka terbukti menyalahgunakan dana.
Dalam pernyataan tertulis pada hari Rabu (20/05/20), para pemimpin mengatakan organisasi yang dimaksud harus memperbaiki diri dan mengigat kembali misinya untuk menetapkan sejarah yang tepat bagi para korban yang diwakilinya.
Organisasi dengan nama Solidaritas Keadilan dan Peringatan untuk Masalah Perbudakan Syahwat Militer Jepang tersebut didirikan pada tahun 2018 untuk mendukung apa yang disebut sebagai "wanita penghibur," sebuah ungkapan halus untuk budak syahwat yang dipaksa oleh Jepang untuk bekerja di rumah bordil di masa perang.
Namun, para penyelidik mencari bukti terhadap tuduhan bahwa kelompok tersebut menyalahgunakan subsidi pemerintah untuk keuntungannya sendiri.
Para pemimpin agama mendesak masyarakat untuk menunggu hingga kebenaran muncul dan mencari solusi yang masuk akal tergantung pada hasilnya. Mereka juga menyerukan refleksi atas apa yang telah mereka lakukan untuk membantu para korban perbudakan syahwat dan berjanji mereka akan membela para wanita tersebut karena pemerintah Jepang tidak meminta maaf dengan tulus atau menawarkan kompensasi yang layak atas kejahatannya.