Sebuah konferensi internasional untuk klarifikasi kegiatan kerja paksa di masa penjajahan Jepang digelar pada hari Jumat (16/11/2018) di kota Goyang, Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan. Konferensi tersebut dihadiri oleh pejabat Korea Utara, juga perwakilan 8 negara termasuk Jepang dan China.
Sebuah kelompok sipil yang berjuang mengupayakan pengembalian jenazah korban kerja paksa Jepang ke tanah air menuntut pemerintah Jepang untuk menunjukkan sikap bertanggung jawab terkait keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan yang menetapkan bahwa kompensasi harus diberikan terhadap korban kerja paksa.
Wakil Ketua Komite Perdamaian Asia Pasifik Korea Utara Ri Jong-hyuk, yang menghadiri konferensi tersebut, menyindir Jepang dengan menggunakan kata 'penculikan dan penyeretan paksa' dan mengatakan Jepang menghindari tanggung jawabnya.
Mantan PM Jepang Hatoyama yang sering mengungkapkan permintaan maaf dan refleksi diri terhadap masa lalu Jepang juga menuntut pemerintah Jepang agar menunjukkan tindakan nyata sebagaimana ungkapan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang akhir-akhir ini.
Terkait hal tersebut, Menteri Luar Negeri Jepang Kono Taro menyatakan bahwa hak klaim individu tentang kerja paksa belum hilang, namun masalah tersebut telah diselesaikan. Menanggapi hal tersebut, banyak pihak mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut sangat ironis dan telah memutarbalikkan prinsip pemerintahan Abe yang membantah pemberian kompensasi kepada korban.