ⓒ YONHAP News

Sudah hampir setahun sejak Korea Utara merilis rencana pembangunan ekonomi lima tahun di kongres kedelapan Partai Buruh pada Januari tahun ini. Saat ini, media lokal terus menekan masyarakat untuk menunjukkan hasil. Tetapi para pengamat mengutarakan bahwa hal yang dilakukan media tersebut malah menunjukkan sulitnya menangani krisis ekonomi negara itu. Korea Utara telah melakukan upaya sekerasnya untuk mengatasi kelangkaan pangan, tapi lonjakan harga biji-bijian dianggap cukup serius. Semakin banyak penduduk lokal yang sulit mendapatkan makanan, sehingga dikatakan banyak yang mengalami masalah gizi buruk. Terlebih lagi saat ini terjadi kelangkaan barang terburuk di Korea Utara, termasuk barang kebutuhan sehari-hari, akibat pengendalian perbatasan yang berkepanjangan. 

Di tengah kesulitan ekonomi yang semakin memburuk, Korea Utara tampak meningkatkan perdagangan sedikit demi sedikit, meskipun secara terbatas. Data dari Kantor Layanan Bea dan Cukai China menunjukkan bahwa China telah mengimpor 35 ribu megawatt listrik dari Korea Utara pada September, naik lebih dari 60 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Beberapa barang bantuan kemanusiaan dan pasokan medis dilaporkan juga telah didatangkan ke Korea Utara baru-baru ini melalui transportasi laut. Hal ini meningkatkan spekulasi bahwa negara tersebut kemungkinan akan membuka kembali perbatasannya dalam waktu dekat. 

Untuk saat ini, tidak ada solusi yang jelas guna menuntaskan masalah ekonomi Korea Utara. Negara tersebut belum mulai menerapkan program vaksin COVID-19, sehingga negara itu tidak dapat mengambil kebijakan apapun untuk "hidup berdampingan dengan COVID-19". Sanksi internasional pun tidak mungkin dilonggarkan atau dicabut dalam waktu singkat. Tanpa adanya keputusan tak terduga Korea Utara untuk menerima vaksin atau perubahan dramatis sikap Korea Utara terhadap dialog denuklirisasi, maka krisis ekonomi di negara itu kemungkinan akan terus berlanjut untuk waktu yang cukup lama.